Begitu Kuatnya Tilawah Para Ulama Salaf Saat Ramadhan
tvmuh.com – Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur` ân. Bahkan Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa di tiap tahunnya Jibril Alaihissalam membacakan Al Qur`ân kepada Rasulullah SAW, dan itu dilakukan di tiap-tiap malam selama Ramadhan.
Oleh sebab itu, dengan berpedoman dengan hadits ini, Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa terus-menerus membaca Al Qur`ân di bulan Ramadhan akan menambah kemuliaan bulan itu. (Fath Al Bari, 9/52).
Rasulullah SAW juga bersabda: “Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan dengan didasari keimanan dan keikhlasan, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Al Bukhari).
Karena itulah, para salaf dan ulama sangat memperhatikan praktek tilawah, qiyam Ramadhan, serta pengkajian keilmuan, sehingga mereka siap bermujahadah dalam melakukan praktek-praktek itu.
Adalah Aswad bin Yazid An Nakha’i Al Kufi. Disebutkan dalam Hilyah Al Auliya (2/224) bahwa beliau mengkhatamkan Al Qur`ân dalam bulan Ramadhan setiap dua hari, dan ia tidur di waktu antara maghrib dan isya, sedangkan di luar Ramadhan beliau menghatamkan Al Qur`ân dalam waktu 6 hari.
Tidak hanya bermujahadah dalam menghatamkan Al Qur`ân, dalam ibadah shalat, Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa tabi’in ini melakukan shalat 6 ratus rakaat dalam sehari semalam. (Al Ibar wa Al Idhadh, 1/86).
Adapula Qatadah bin Diamah, dalam hari-hari “biasa”, tabi’in ini menghatamkan Al Qur`ân sekali tiap pekan, akan tetapi tatkala Ramadhan tiba beliau menghatamkan Al Qur`ân sekali dalam tiga hari, dan ketika datang sepuluh hari terakhir beliau menghatamkannya sekali dalam semalam. (Al Hilyah, 2/228).
Tabi’in lain, Abu Al Abbas Atha ‘juga termasuk mereka yang “luar biasa” dalam tilawah. Di hari-hari biasa ia menghatamkan Al Qur`ân sekali dalam sehari. Tapi di bulan Ramadhan, Abu Al Abbas mampu menghatamkan lebih banyak dari itu. (Al Hilyah 10/302).
Sedangkan Said bin Jubair, dalam Mir’ah Al Jinan, Al Yafi’i menyebutkan sebuah riwayat, bahwa di suatu masa tabi’in ini membaca Al Qur`ân di Al Haram, lalu ia berkata kepada Wiqa ‘bin Abi Iyas pada bulan Ramadhan: “pegangkan Mushaf ini”, dan ia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya itu, kecuali setelah menghatamkan Al Qur`ân.
Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair, beliau pernah berkata: “Jika sudah masuk sepuluh hari terakhir, aku melakukan mujahadah yang hampir tidak mampu aku lakukan.”
Dia juga menyarankan: “Di malam sepuluh terakhir, jangan kalian matikan pelita.” Maksudnya, agar umat Islam menghidupkan malamnya dengan membaca Al Qur`ân.
Thabaqat Fuqaha Mazhab An Nu’man Al Mukhtar, yang dinukil oleh Imam Laknawi dalam Iqamah Al Hujjah (71,72) disebutkan periwayatan bahwa dalam bulan Ramadhan Said bin Jubair mengimami shalat dengan dua qira`at, yakni qira` at Ibnu Mas ‘ud dan Zaid bin Tsabit.
Manshur bin Zadan, termasuk tabi’in yang terekam amalannya di bulan diturunnya Al Qur`ân ini. Hisham bin Hassan bercerita, bahwa di bulan Ramadhan, Manshur mampu menghatamkan Al Qur`ân di antara shalat Maghrib dan Isya ‘, hal itu dapat ia lakukan dengan cara mengakhirkan shalat Isya sampai seperempat malam berlalu.
Dalam hari-hari biasapun beliau mampu menghatamkan Al Qur`ân sekali dalam sahari semalam. (Al Hilyah, 3/57).
Tidak ketinggalan pula Imam Mujahid, salah satu tabi’in yang pernah berguru langsung dengan Ibnu Abbas juga sangat masyhur dengan mujahadahnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dengan sanad yang shahih, bahwa tabi’in ahli tafsir ini juga menghatamkan Al Qur`ân pada bulan Ramadhan di antara maghrib dan isya.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Abu Hanifah termasuk pada golongan tabi`in, karena telah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik. Banyak riwayat yang menegaskan bahwa beliau adalah ulama yang ahli ibadah.
Yahya bin Ayub, ahli zuhud yang saat dengan beliau mengatakan: Tidak ada seorangpun yang datang ke Makkah, pada zaman ini lebih banyak shalatnya dibanding dengan Abu Hanifah.
Oleh karena itu ia dijuluki Al Watad (tiang) karena banyak shalat (Tahdzib Al Asma, 2/220). Lalu, bagaimana praktek ulama ahli ibadah ini dalam bulan Ramadhan?
Orang yang melakukan shalat subuh dengan wudhu isya selama 40 tahun ini menghatamkan Al Qur`ân 2 kali dalam sehari di bulan Ramadhan, pada waktu siang sekali, dan pada waktu malam sekali (Manaqib Imam Abu Hanifah, 1/241 -242).
Bahkan disebutkan oleh Imam Al Kardari bahwa Abu Hanifah termasuk 4 imam yang dapat menghatamkan Al Qur`ân dalam 2 rakaat, mereka adalah Utsman bin Affan, Tamim Ad Dari, Said bin Jubair, serta Abu Hanifah sendiri.
Persiapan Para Salaf Menghadapi Ramadhan
Jika di Bulan Ramadhan para salaf mampu melakukan praktek-praktek “berat”. Bagaimana persiapan mereka sebelum memasuki bulan suci ini? Ternyata para salaf sudah melakukan persiapan yang cukup maksimal. Ini dapat dilihat dari mujahadah mereka sebelum Ramadhan.
Habib bin Abi Tsabit berkata: “Bulan Sya’ban adalah bulan qura` (pembaca Al Qur`ân)”. Sehingga pada bulan itu, para salaf fokus terhadap Al Qur`ân. Salah satu diantara mereka adalah Amru bin Qais, ahli ibadah yang meninggal dunia pada tahun 41 Hijriyah ini, ketika Sya’ban tiba, ia menutup tokonya dan tidak ada kegiatan yang ia lakukan selain membaca Al Qur`ân.
Bulan Ramadhan di pandangan para salaf adalah bulan mulia yang amat dinanti-nanti, sehingga mereka mempersiapkan jauh-jauh untuk menyambut “tamu idaman” ini, yakni dua bulan sebelum bulan suci datang.
(hidayatullah / muslimahzone.com)
sumber:Muslimahzone(dot)com by tvmuh.com